Setelah buku kumpulan esai mengenai Pramoedya Ananta Toer yang berjudul “1000 Wajah Pram dalam Kata dan Sketsa”, saya sepertinya telah mengenal dekat dengan beliau. Buku ini dibuat dalam rangka memperingati 1000 hari meninggalnya Pram, panggilan akrab untuk sastrawan besar ini, tanggal 1 -7 Februari 2009 para sahabatnya serta sastrawan dan para komunitas pencinta Pram mengadakan acara yang berjudul 1000 Wajah Pram dalam Kata dan Sketsa bertempat di rumahnya – jl. Sumbawa 40, Jetis, Blora.
Kumpulan esai mengenai Pram ini berisi 1000 artikel mengenai Pram yang ditulis oleh sastrawan, jurnalis, kolumnis, budayawan, beberapa keluarga Pram sendiri dan sebagainya. Dan tidak hanya dari orang-orang dalam negeri kita saja, banyak juga sastrawan dan jurnalis asing yang berperan dalam kumpulan esai ini. Dan artikel-artikel tersebut telah dipublikasikan ke media massa periode 2006 – 2009.
Secara garis besar; isi kumpulan esai ini adalah mengenai kehidupan Pram. Seorang sastrawan besar Indonesia yang lahir di Blora tanggal 6 Februari 1925 dan meninggal di Jakarta 30 April 2006. Hampir seluruh hidupnya dihabiskan di penjara. Masuk penjara tanpa proses pengadilan. Tiga tahun penjara colonial masa orde lama, 14 tahun masa orde baru, jadi tahanan rumah, tahanan kota dan tahanan negara. Karya-karyanya yang berubpa ribuan cerpen, novel, esai, puisi di bakar dan disita oleh negara. Sungguh suatu hidup yang memilukan. Tak ada kebebasan sama sekali untuk menuangkan aspirasi bagi kita di negara kita saat orde lama.
Namun sepertinya Pram pantang menyerah untuk menulis. Menulis adalah bagian dari hidupnya. Justru saat jadi tahanan di pulau Buru – atau lebih tepatnya diasingkan – periode 1969 sampai Baca lebih lanjut