Narsis dan Riya

 

riya1

Kenapa biasanya orang santai saja bila dicap “narsis” tapi agak risih bila disebut “riya”? Padahal narsis dan riya konotasinya 11-12 alias beda tipis, secara garis besar bermakna akan memperlihatkan kelebihan diri ini kepada publik.

Ingat beberapa waktu lalu sempat heboh di sosmed, tentang seorang ustadz yang diserang netizen karena menyatakan bahwa selfie identik pula dengan riya. Sebenarnya bila dipikir dengan logika..yah ada benarnya juga.

Manusia agak risih dengan istilah “riya” karena identik dengan agama yang berkaitan dengan penyakit hati sehingga menjurus ke arah dosa. Sedangkan “narsis” kesannya lebih santai, lebih kekinian dan lebih populer, lagipula tidak membawa masalah agama…sehingga bisa diterima.

Kata “narsis” berasal dari Baca lebih lanjut

Sebaiknya : Doa dulu atau coba dulu?

“Mumpung masih muda kita kerja dulu, nanti berdoanya pas sudah tua saja”

“Yang penting coba aja dulu…., berdoa sih ntar aja…”

Uups……benarkah begitu?

Tapi kalau dipikir-pikir…..,

Sebelum makan, kita berdoa dulu apa merasakan enaknya sambel dulu ?

Sebelum hujan, sedia payung dulu atau langsung kebanjiran dulu?

Sebelum berjalan, bertanya dulu atau nyasar dulu?

Sebelum pacaran, kenalan dulu atau janjian dulu? Baca lebih lanjut

Bahaya Lisan

“Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah dia berkata yang baik atau diam.” (HR Bukhari & Muslim)

Masih ingat akan perkataan Menkopulhukam dari kabinet yang baru beberapa waktu lalu yang langsung mendapat kecaman dari publik?
Beliau – sebagai pejabat – menyakiti perasaan rakyatnya sendiri akibat ucapan lisannya. Wajar bila rakyat marah.

Memang lidah tak bertulang. Tak butuh tenaga untuk menggerakkannya. Begitu ringannya lidah ini karena tak ada tulangnya. Sangat mudah lidah ini berucap. Huruf demi huruf. Kata per kata, tiap kalimat tanpa sadar keluar begitu saja dari lidah kita. Ribuan…jutaan kata keluar dari lidah setiap hari tanpa ada rasa pegal sedikit pun. Tiada sakit dari tiap kata yang diucapkan.

Namun sungguh mengerikan akan efek yang timbul dari ucapan yang keluar dari lidah kita. Dimana setiap kata akan diminta pertanggungjawabannya di akhirat. Segala hal yang mudah di dapat akan menimbulkan risiko yang berat. Seperti kuman atau virus yang mudah didapat dan tersebar dimana2 namun dapat menimbulkan penyakit. Sangat mudah terjangkit namun efeknya sangat berat.

Lidah kita ada di dalam mulut. Mulut hanya satu, tapi ada dua telinga yang mendengar. Dan sekali terucap langsung di rekam dalam sel memori di otak yang mendengarnya dimana akan langsung tercatat sebagai rekorder yang tak bisa dihapus. Setelah terekam dalam sel memori akan diingat selamanya oleh si pendengar. Hanya dari ucapan 5 menit yang keluar dari lidah dan mulut kita namun diingat seumur hidup oleh yang mendengar.

Lidah memang setajam silet. Kecil namun

Baca lebih lanjut

Kembali Ke Laptop

Setelah mencoba beberapa aplikasi dari kecanggihan tekhnologi masa kini yang ada, akhirnya aku menyadari media ternyaman untuk menulis adalah LAPTOP !!

Yaah…laptop! Bukan macbook atau yang lebih canggih lagi. Beberapa hari lalu aku sempat menangis ketika laptopku rusak. Sebenarnya aku jauh lebih menyukai PC daripada laptop. PC computer langsunng ada di atas meja dan kita tinggal menyalakan layar monitor bila ingin menulis, laptop juga serupa tapi keunggulannya bisa dibawa travelling namun kelemahannya karena suka dibawa travelling saat ingin menulis kita harus re-pack lagi dari tas kita. Bagusnya sih punya keduanya, namun dana terbatas 🙂

Aku akui iPad jauh lebih cool daripada laptop, dengan segala aplikasi yang ada. Lagipula ada beragam aplikasi untuk kita menulis di situ, namun setelah dicoba buatku jauh lebih nyaman menggunakan laptop. iPad jauh lebih bermanfaat untuk ilmu yang bisa aku dapat selain itu banyak beragam info mengenai hobi yang bisa dikembangkan via berbagai aplikasinya. Tapi buat menulis, atau blogging jauh lebih konsen dengan laptop. Kesannya jadul banget yah? 🙂 Baca lebih lanjut

Gosip

gosip

Makin digosok makin sip. Di Indonesia, sempat ada yang mempopulerkan gosip adalah singkatan dari kalimat tersebut. Tapi memang benar, yang namanya gosip yah makin digosok makin sip. Ibarat kita mencuci piring lalu makin giat kita menggosoknya maka makin kinclong pula piringya. Naah, buat gosip sendiri, makin digosok beritanya makin kinclong kan ceritanya 🙂

Istilah gosip ini sebenarnya sudah sangat mendunia. Di seluruh dunia pasti tahu kata “gossip” dan mempunyai makna yang sama di semua tempat. Kosa kata “gossip” justru pertama kali diperkenalkan di dunia oleh sastrawan Shaskeapeare dalam karyanya The Comedy of Errors pada abad ke 16. Dalam karyanya ini, Shaskeapeare memperkenalkan istilah gossip dalam percakapan kedua saudara yang akan meneruskan sebuah berita heboh, dan bentuk penyiaran berita dari mulut ke mulut ini dinamakan “gossip”. Pada zaman itu, masyarakat belum mengenal kata “gossip”, tapi berkat karya Shaskepeare tersebut istilah “gossip” langsung mendunia yang didefinisikan sebagai sebuah kabar yang tersiar dari mulut ke mulut dan biasanya dari percakapan ringan lalu semakin heboh beritanya.

Isi dari berita gosip biasanya Baca lebih lanjut

Kartu Lebaran

Tahun 2012 ini memang sudah merupakan tahun kemajuan tekhnologi sejak sepuluh tahun lebih di negeri kita.

Sepertinya kita sudah mulai lupa akan tradisi kartu lebaran sejak mewabahnya pemakain ponsel. Ucapan selamat lebaran kepada kerabat jauh – yang tak sempat bertatap muka – cukup dengan mengirim sms. Masih ingatkah Anda kapan terakhir kali mengirimkan kartu lebaran? 🙂

Tahun ’90 an, mungkin masih banyak yang menggunakan fasilitas kartu lebaran. Lima-enam tahun kemudian semakin menyusut penggunaannya bersaing dengan ucapan selamat via ponsel. Tiga tahun berikutnya semakin menurun lagi penggunaan kartu lebaran semenjak ada fasilitas sms atau ‘message texting’ di ponsel. Kemudian memasuki tahun 2000 semakin langka penggunaan kartu lebaran. Ditambah lagi ada fasilitas mini gadget lain seperti blackberry dan iphone. Malahan kita dianggap aneh bila membeli kartu lebaran.”Ngapain beli kartu lebaran?kan bisa sms.”
Iklan provider pun tak mau kalah, menjelang idul fitri mereka menggeser sejarah kartu lebaran dari negeri ini.

Sebenarnya kartu Lebaran jauh lebih tinggi nilai seninya dari segi bahasa, sastra, desain dsb. Bahkan dulu sering pula yang berkreasi membuat kartu Lebaran sendiri dan dijual sebagai income tambahan di hari raya. Sedangkan pengucapan selamat Lebaran via sms dsb cenderung hasil forward dari pesan yang diterima sebelumnya. Sang pemberi ucapan cenderung tidak kreatif dan kata-kata yang tersaji dalam sms-nya jarang dari hati nuraninya sendiri. Sehingga kurang ‘mengena’ ke hati dan kadang diabaikan pula oleh si penerima pesan; karena dia telah menerima sms dengan kalimat yang sama.

Kelangkaan penggunaan kartu Lebaran ini jualah yang membuat orang2 semakin enggan menjualnya. Padahal masih banyak yang membutuhkannya. Seperti buat orang yang hendak memberikan kue lebaran atau bingkisan lebaran kepada orang2 tercinta pastilah membutuhkan kartu Lebaran. Tapi kuakui ini memang sulit di dapat, kemarin aku sendiri sudah mencoba sebelum memberikan hadiah lebaran kepada seseorang yang amat berjasa. Beberapa toko buku kukunjungi tak berhasil kudapat dengan alasan lebaran masih lama 😦
Alhasil tanpa kartu lebaran bingkisan diberikan kepada ybs, meskipun beliau mengerti tetapi sepertinya kurang berkesan yah bila tanpa kata2 yang tertulis…….sayang sekali, bila tahu hal ini terjadi pasti cukup kubuat kartu sendiri 🙂

Sebaiknya lestarikanlah kembali kartu lebaran 🙂

Hak Pembaca

Beberapa waktu yang lalu ada seorang yang membaca salah satu postinganku di blog ini dan dia langsung memberi komentar (bukan via blog) “ga mudeng” alias ga nyambung atau ga ngerti postinganku tsb. Yaah…, aku sih ga ngasih comment balik ke pembaca tsb, aku ga ngasih comment “ndablek lo…” atau berusaha mati2an ngejelasin kesimpulan postingan tsb kepada beliau. Menurutku wajar aja kalau ada pembaca yang ga ngerti, tiap orang kan punya sudut pandang dan persepsi yang berbeda. Ibaratnya dulu pas zaman sekolah aku baca buku pelajaran tapi ga ngerti…hehe…emang ga mungkin sih gw nanya ke penulisnya, pasti nanya ke guru sekolah..hehe,,,dan kemungkinan besar itu karena gw nya yang ndablek 🙂

Terus terang sudah ratusan kali sih aku menulis, dan ada saja yang memberi komentar…entah berupa kritik, saran atau pujian. Tapi baru kali ini ada yang ngasih komentar “ga ngerti”. Sampai akhirnya aku berulang kali membacanya…yaah berhubung aku yang menulis sudah pasti mengerti. :p

Memang sudah menjadi hak pembaca untuk memberikan kritik dan saran kepada tulisan yang dibacanya. Ini juga sangat berguna kepada si penulis untuk memperbaiki kualitasnya. Selain suka menulis, aku juga suka Baca lebih lanjut

Shopping On Line

Di zaman internet sekarang, sedang marak wabah shopping alias belanja on line. Terutama di antara kaum wanita – yaah dimana-mana wabah belanja pasti melanda kaum wanita sih – tapi untuk shopping on line lebih spesifik ke wanita karir alias yang super sibuk ga sempet ke mall buat belanja secara manual. Atau wanita pecandu gadget, netter dan silaturahminya lebih cenderung ke social networking.

Shopping on line (SOL) cukup mengandalkan fasilitas internet dan komputer atau mini gadget pendukungnya untuk komunikasi via chatting dsb antara konsumen dan pedagang/produsen. Konsumen cukup browsing barang yang dibutuhkan via internet, bila berminat langsung hubungi produsen…biasanya karena konsumen kebanyakan wanita pasti ada juga unsur tawar menawar sedikit meskipun harganya sudah murah 😀 .Setelah deal, produsen memberikan nomor rekeningnya, pembeli transfer (ibarat transaksi jual-beli biasa) hanya saja tidak saling melihat, setelah transfer si pembeli langsung memberi tahu si penjual, si penjual mencek kebenarannya lalu setelah yakin rekeningnya sudah ditransfer oleh si pembeli ybs, barang langsung dikirim ke alamat si pembeli.

Kelihatannya simple, hanya saja transaksi cukup makan waktu alias tidak langsung dalam sesaat seperti jual-beli di pasar (barang dicari, dibayar dan didapat si pembeli pada saat yang sama). Untuk proses SOL, dari mulai pencarian barang sampai barang diterima di tangan pembeli butuh waktu beberapa hari. Belum lagi bila pembeli dan penjual ada di kota yang beda – atau beda negara – ongkir alias ongkos kirimnya pasti lebih mahal dan waktu pengiriman pasti lebih lama. Ditambah lagi ada rasa kurang puas dari pelanggan alias pembeli waktu menerima barang…barang yang diterima tidak sesuai dengan harapan, bahannya kurang sreg, warnanya tidak sesuai dengan yang dilihat di layar monitor, sepatu kesempitan, aroma parfum yang tidak sesuai selera dll…yah maklum saja, browsing nya hanya lewat internet alias dilihat via layar monitor komputer atau handphone atau blackberry …pasti beda bila dilihat langsung. Ditambah lagi, kita kan tidak bisa merasakan tekstur bahan via internet, hanya mengandalkan indera penglihatan…,indera penciuman, indera perasa dsb tidak bisa kita andalkan buat SOL.

Meskipun ada beberapa keluhan buat transaksi shopping on line (SOL), tapi biasanya buat yang sudah mencoba sekali biasanya tetap ketagihan buat SOL. Menurut pengalaman beberapa orang yang sudah melakukan transaksi ini, jauh lebih asyik shopping on line daripada shopping manual. Termasuk buat ibu rumah tangga. Alasannya ternyata jauh lebih hemat waktu dan tenaga, juga irit bensin, kita ga perlu pusing2 cari parkiran sebelum belanja, ga usah pusing kejebak macet atau berdesak2an di busway atau nunnggu angkot, ga usah capek2 nenteng belanjaan, ga akan pusing2 kepanasan atau kehujanan, selain itu belanja bisa ‘fokus’ dan keluar duit buat belanjanya ga ‘bocor’ kemana2…ehm biasanya kan kalo cewek belanja..niat mau beli sepatu tapi pas nyampe mall juga ngelirik baju, parfum,asesoris, tas, sprei, kosmetik, belum lagi keluar duit buat makan di food court nya…nah bila on line, shopping tas yah hanya tas kecuali mampir ke situs lain juga 🙂

Selain itu SOL terkenal harganya lebih murah dibanding beli langsung di mall karena tidak kena pajak dan membayar karyawan di counternya. Jadi hanya beli langsung barangnya saja. Soal kualitas barang…yah memang beragam.. Sangat banyak barang yang dijual via shopping on line. Karena kebanyakan konsumennya kaum hawa, otomatis mayoritas juga asesoris wanita; seperti dress dan kerudung, kosmetik, parfum, adapula sepatu, tas, buku, gadget, bahkan sampai obat dan makanan. Buat yang kecanduan SOL, apa pun dia beli via on line…kalau bisa bahan sembako. Biasanya kadang suka cenderung nekat hanya dengan modal browsing yang mengandalkan indera penglihatan, orang2 suka beli sepatu atau baju yang biasanya perlu proses fitting/mencoba sebelum membeli…,padahal untuk tiap merk kan belum tentu sama ukurannya, dan apakah nyaman digunakan? Tapi bila sudah addicted memang sulit… itulah yang namanya shopaholics… ,apapun pasti dibeli tanpa berpikir.

Sedikit tips buat konsumen shopping on line (SOL):

1. Teliti sebelum membeli

Yah..ini berlaku dimana2, termasuk teliti saat browsing…pastikan barang yang kita klik sesuai dengan yang kita inginkan

2. Banyak bertanya kepada produsen

Tak perlu malu untuk banyak nanya sebelum ‘deal’ kita beli barangnya…(yah, walaupun ujung2nya kita ga jadi beli, Baca lebih lanjut

Mentri Twitter

Lebih tepatnya lagi – julukan yang tepat – adalah Menkom Twitter,sesuai dgn jabatannya.
Mentri yang satu ini memang terkenal dengan “kicauan” alias twitterannya yang update terus tiap hari. Kalimat dalam twitternya pun cenderung melankolis, selalu bernada pantun dan puitis. Dan sensitif terhadap sikon yang memang sedang trend..spt ujian nasional, banjir, film barat yg gosipnya dicekal dsb. Tak hanya peduli thd sikon yg sedang trend, tapi twitternya pun cenderung selalu jadi trendsetter. “Kicauannya” pasti jadi topik hangat seperti soal salaman dgn istri Obama, pemblokiran blackberry atau situs porno.

Yap! Pasti semua sudah bisa menebak siapa dia. Tiffatul Sembiring atau lebih pas “tuit”fatul…sang mentri yang sangat rajin update twitternya. Di pagi hari saja dia sudah sibuk “say hai” sana-sini satu per satu ke follower yg memberi salam kenal padanya. Sebenarnya penasaran jg sih…yg update twitter, dia sendiri atau aspri(asisten pribadi). Belom sempet mau nanyain ini di twitternya 🙂
Lagipula kelihatannya beliau juga orang yg sensi…terbukti di twitternya dia menanggapi seorang follower yg mengkritiknya lalu dia langsung memblocknya..aaaw..ternyata jadi mentri sensi juga yah pak 😀 padahal itu risiko jadi public figure…tak berarti harus disukai orang tapi harus siap pula dibenci.

Sebenarnya pak mentri ini tak sering2 amat sih nge-tweetnya dibanding pejabat/politisi lainnya. Mengingat kebanyakan yg aku follow juga politisi kyk Clinton, Wimar, dll…
Tapi boleh dibilang lumayan sering dan lebih cocok dia berada di departemen Twitter ; krn cenderung lebih memfollow up yg ada di twitternya. Dan sering curhat mengenai masalah publik lewat twitter padahal kan tak semua orang punya twitter. Banyak pula orang yg mengkritiknya via twitter_terlihat di mentionsnya sangat banyak tweeps yang ber”kicau” padanya.

Sisi positif dari pak Mentri Twitter ini, beliau bebas melepaskan beban emosi dan segala unek2nya lewat Twitter dan siap dibaca oleh seluruh orang. Yang berarti siap dikritik dan diberi tanggapan pula. Seperti soal salaman dengan Michelle Obama; memang jadi gunjingan umum…tapi toh mungkin setelah itu beban pikirannya dia sudah lepas dan jadi bisa tidur nyenyak. Tak ada salahnya menyalurkan emosi perasaan atau ide atau opini atau persepsi kita atau apapun jua melalui segala media yang ada..bisa dalam bentuk puisi, lagu,seni,essay..atau mungkin jadi buku!! Jauh lebih baik daripada kita bete ga jelas lalu malah jadi keluyuran sana-sini menghamburkan uang. Dari luapan emosi kita bisa berkarya. So, follow my twitter @arlinprana

Tapi..yah..sekali lagi jangan lupa tugas utama. Kewajiban tetap nomor satu. Seperti pak mentri ini, boleh aja twitteran tapi departemen yg dipimpinnya bukanlah departemen twitter. Ini hanyalah “sambilannya” 🙂

Harta dan Aurat (2)

Adakah uang yang jumlahnya sedikit tapi kalau kehilangan pasti jadi masalah? Jawabnya….ada! Seribu rupiah saja, bukan jumlah yang berarti dan biasanya kita jadi sembarangan menyimpannya, kalau hilang yah…toh cuma seribu rupiah. Tapi bukankah sangat berarti bila kita butuh—hanya seribu rupiah saja – dan uang tersebut tidak ada di saku. Uang sejumlah lima puluh ribu rupiah – yang berwarna biru – di dompet jadi tidak berarti, karena yang dibutuhkan seribu saja. Tidak ada uang kembali. Hanya uang pas.

Seribu rupiah dalam bentuk uang pas sangat berarti saat kita membayar angkot, parkir, beli rokok, minum penghilang dahaga sejenak, atau masuk ke toilet umum. Mereka semua – yang bertransaksi dengan kita saat itu – hanya ingin uang pas. Tak bisa ditolerir lagi. Pasti kita akan kebingungan bila tak punya uang receh untuk ke toilet umum sedangkan perut sudah terasa mulas sehabis makan di restoran.

Dan begitu pula halnya dengan aurat. Ada aurat wanita yang kesannya sepele namun sangat sulit untuk menjaganya. Baca lebih lanjut