Ujian dan Usaha

“Sungguh akan Kami uji iman kalian dengan kesusahan dan kesenangan” (Al Anbiya:35)

Ujian tidak identik dengan kesulitan atau kesedihan seperti sakit, lapar, atau kemiskinan. Tapi ujian juga bisa berupa kesenangan seperti harta, rejeki, kesehatan, anak, keluarga, dan masih banyak lagi. Sebagaimana nabi Sulaiman yang di uji dengan kekayaannya atau nabi Yusuf yang di uji dengan ketampanannya.
Dan biasanya ujian terbesar justru datang dari keluarga…lihatlah nabi Luth yang di uji dengan istrinya, nabi Ibrahim dengan ayahnya, nabi Muhammad dengan pamannya, nabi Nuh dengan anaknya. Maka dari itu, kita harus senantiasa mendoakan keluarga kita…karena mereka hanyalah titipan dan ujian terbesar kita di dunia dari Sang Maha Kuasa.

Ujian dan usaha adalah hubungan sebab akibat yang saling berhubungan. Bila kita sedang berusaha mengerjakan sesuatu agar segera mendapatkan solusi itulah ujian. Sedangkan kita diuji agar kita berusaha. Nabi Ayub diuji dengan sakit agar berusaha untuk bersabar dan Nabi Muhammad diuji menjadi yatim piatu agar berusaha menjadi mandiri.

Hanyaaa….sayangnya manusia suka gagal paham. Manusia sering menganalogikan kesulitan dengan ujian; sedangkan segala keberhasilan, kesuksesan dan kekayaan identik dengan usaha.

Ini tak lepas dari nafsu dan ego manusia. Ketika sukses, ego lah yang dominan. Manusia pasti mengatakan berkat usaha dirinyalah apabila telah berhasil melakukan sesuatu. Padahal itu juga bagian dari ujian.
Misalnya…. ketika seseorang yang tak kunjung bertemu jodoh akan berkata ini ujian, sedangkan ketika berhasil akan berkata “saya ketemu jodoh berkat usaha saya”. Atau ketika berhasil ujian S2 pasti bangga dan merasa berhasil berkat belajarnya semalaman, tapi ketika gagal meskipun telah belajar akan mengatakan bahwa ini pasti ujian dari Nya. Atau seseorang yang berhasil karirnya sehingga jabatannya terus naik, akan merasa usahanya berhasil, tapi bila tak kunjung dapat kerja akan mengatakan inilah ujian.

“Maka apabila manusia ditimpa bahaya ia menyeru Kami, kemudian apabila Kami berikan kepadanya nikmat dari Kami ia berkata;”Sesungguhnya aku di beri nikmat itu hanyalah karena kepintaranku.” Sebenarnya itu adalah ujian, tetapi kebanyakan mereka itu tidak mengetahui.” (Az Zumar:49)

Naah…dari sini kita bisa lihat betapa ego-nya manusia. Selalu merasa segala kebenaran dan kemenangan datang dari dirinya. Dan itu sama saja dengan syirik alias menyekutukan Allah. Karena pada dasarnya, segala kebenaran datangnya dari Allah dan segala kesalahan datangnya dari diri kita sendiri.

“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar dari kesalahan-kesalahanmu.” (Ash Shuraa:30)

Manusia cenderung khilaf dan lalai saat diberi kesenangan. Padahal kesenangan itu juga ujian. Oleh karena itu manusia banyak yang selalu merasa dirinya kurang meskipun telah diberi rejeki. Sebagaimana kita yang di gaji tiap bulan tapi masih merasa kurang, masih membandingkan gajinya dengan gaji temannya yang lain….maka dari itu banyak orang yang korupsi meskipun hartanya telah berlimpah. Itu artinya gajinya tidak barakah dimana selalu merasa kurang dan lupa bahwa harta adalah sekedar titipan. Kita harus waspada apabila ujian ini menimpa kita. Sebagaimana yang pernah terjadi pada Qarun – sepupu nabi Musa – dimana Qarun sombong akan hartanya tapi selalu merasa kurang dan mengatakan harta itu adalah miliknya – bukan titipan dari Allah. Akibatnya Qarun justru mati dalam keadaan tenggelam oleh hartanya sendiri. Apabila kita diberi nikmat kekayaan jangan sampai kita sepertinya. Naudzubillah.

Kita sebagai manusia yang hidup di dunia memang harus berusaha untuk bertahan hidup. Kita berusaha agar bisa makan, beraktivitas, dll. Tapi jangan lupa usaha memang dari kita, tapi segala kemudahan datangnya dari Allah. Kita berusaha seumpama menandatangani proposal di bumi, dan Allah yang meng-acc di langit dengan menekan tombolnya agar usaha kita bisa berjalan. Semuanya berjalan atas izinNya. Jadi kita tak perlu menyombongkan diri bahwa segala keberhasilan kita adalah berkat usaha kita semata.

Segala keberhasilan, kesenangan dan kekayaan adalah ujian. Ujian dan usaha adalah lingkaran siklus sebab-akibat yang saling berhubungan. Kita diuji agar berusaha, dan apabila usaha kita berhasil maka kesuksesan kita itulah yang menjadi ujian. Kita berusaha ketemu jodoh agar menikah, setelah menikah kita punya anak, dan anak itu lah kelak yang akan menjadi ujian bagi kita – atau bisa jadi ujiannya berupa tak memiliki keturunan. Kita belajar supaya lulus, setelah lulus kita berusaha dapat kerja, setelah kerja kita sukses, dan kesuksesan itu lah yang menjadi ujian. Begitulah seterusnya. Setiap manusia pasti akan diuji.

“Apakah manusia itu mengira, bahwa mereka dibiarkan saja mengatakan:”kami telah beriman” sedang mereka tidak diuji? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, sehingga Allah mengetahui orang-orang yang benar dan pendusta” (Al Ankabut:32)

Sekarang bagaimana kita menyikapi ujian yang berupa kesenangan ini. Karena biasanya manusia hanya mengingat Allah hanya di saat susah saja, dan cenderung lupa di saat senang. Ujian terberat justru kesenangan. Di saat sedih, sakit, lapar, miskin biasanya kita intens memohon dan mengingatNya. Tapi di saat senang kita justru lalai. Allah telah memberi ujian ini jauh-jauh hari kepada orang-orang sebelum kita, coba ingat bagaimana Allah memberikan ujian berupa kekuasaan kepada Nabi Sulaiman dan Fir’aun? Keduanya diberi ujian yang sama, namun keduanya berbeda menyikapinya; nabi Sulaiman senantiasa taat kepadaNya…sedangkan Fir’aun khilaf dengan menganggap dirinya sebagai Tuhan.

Kenapa ujian kesenangan jauh lebih sulit? Pertama, kita tak menganggapnya sebagai ujian melainkan sebagai usaha (‘sukses berkat “usaha” saya’ quotes). Kedua, manusia biasanya lupa kepada Allah di saat senang dan karena dianggap bukan ujian, kita semakin lalai. Ketiga, ujian ditambah lagi dengan penyakit hati (ujub,riya,takabur atau sombong) karena merasa lebih daripada yang lain. Dan terakhir, bila seseorang dikenai penyakit hati berupa sombong maka Allah akan menutup pintu hatinya. Seperti yang pernah terjadi pada Fir’aun atau Qarun, mereka telah lalai tapi rejekinya terus berjalan sampai azab datang…artinya mereka tidak diberi kesempatan untuk bertaubat. Astaghfirullah.

Segala hal yang ada di dunia hanyalah titipan dariNya. Dan kita hidup di dunia pun hanya sementara. Kita diperintahkan hidup di dunia ini untuk berlomba-lomba  berbuat kebaikan sebanyak-banyaknya. Bukan untuk berlomba-lomba meraih kekayaan atau kekuasaan. Bukan untuk berlomba-lomba mempunyai anak atau istri sebanyak-banyaknya. Karena kekayaan, kekuasaan, anak, istri hanyalah titipan yang tak lepas dari nafsu. Dan semuanya bukanlah milik kita. Sedangkan kebaikan pastilah akan dibalas dengan kebaikan dan akan kembali ke kita. Maka dari itu sebaiknya kita berusaha untuk berbuat kebaikan, dan ujiannya pun akan berupa kebaikan. Insya Allah.
“Jika kalian berbuat baik, sesungguhnya kalian berbuat baik bagi diri kalian”(Al Isra:7)

Wallahuallam (arlin)

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s