Jokowi

jokowi

Jokowi adalah nama panggilan populer dari Joko Widodo. Seorang pria Jawa tulen asal Solo, alumni UGM, usia 52 tahun . Saat ini di Indonesia, nama Jokowi sedang populer dan menjadi hot topic di seluruh media massa dan situs media sosial. Entah dari segi positif maupun negatifnya, sepertinya semua orang di Indonesia sedang gemar menggunjingkan nama bapak bertubuh kurus dan berwajah tirus ini.
Di luar gonjang-ganjing nama Jokowi yang kata orang mencuat lewat jasa pers. Kali ini saya akan menceritakan tentang Jokowi dari sudut pandang pribadi – tanpa pengaruh pers dan tanpa sogokan – asli Jokowi yang saya kenal.

Jokowi awalnya adalah seorang pengusaha eksportir kayu. Sebagaimana orang Solo pada umumnya, Jokowi dikenal dengan karakter yang adem ayem dan tenang.

Nama Jokowi mulai dikenal masyarakat – terlebih dahulu oleh orang Solo – ketika dirinya menjabat sebagai pemimpin dibandingkan saat dirinya masih menjabat sebagai pengusaha.
Sebagai pemimpin tentu saja akan lebih mudah dikenal orang. Sebagaimana kita tahu dalam rumah tangga pun yang merupakan organisasi terkecil dalam masyarakat; figur bapak sebagai pemimpin keluarga pasti lebih mudah dikenal di lingkungan. Demikian pula bagi pemimpin kota, kecamatan atau Negara. Baik buruk dan segala resikonya pastilah tanggung jawab pemimpin. Dan pemimpin pula yang mendapat sorotan.

Makanya tak heran Jokowi mulai mendapat sorotan kala menjadi pemimpin kota Solo. Memang sungguh lucu yah, ketika ada orang yang bertubuh kurus dan berwajah sangat biasa saja dengan penampilan yang juga sangat sederhana namun menjadi berita utama di media massa. Tapi mungkin massa pun sudah bosan dengan yang berwajah tampan di televisi, dan kali ini ada yang sangat biasa ada di TV makanya justru eye catching ditambah lagi dengan nama pasaran tempo doeloe di negeri ini yaitu : JOKO 🙂

Walikota

Apakah yang dilakukan Jokowi saat menjadi walikota Solo hingga namanya bisa populer? Dikatakan beliau memperoleh sejumlah penghargaan sebagai walikota terbaik saat menjabat. Lalu kenapa Jokowi bisa mendapat penghargaan?

Solo menjadi kota wisata yang jauh lebih menarik daripada Yogyakarta. Semula kota tersebut termasuk sepi kala malam hari, namun berkat Jokowi tiap malam jadi ada pasar malam dengan tema yang berbeda-beda setiap harinya. Masyarakat Solo juga banyak yang jatuh cinta padanya karena beliau dekat dengan rakyat – mungkin karena penampilannya yang merakyat – dan namanya yang juga merakyat.
Saya sendiri tak sengaja ‘kenal’ Jokowi saat ingin mendalami kota Solo, tertarik akan kota Solo untuk menjadi background cerita novelku dulu pada tahun 2008, dan tanpa sengaja jadi ‘tahu’ Jokowi 🙂

Setelah lima tahun memimpin di Solo, beliau terpilih lagi tapi tak sampai full menjabat satu periode karena ada panggilan di singgasana yang lebih tinggi lagi 🙂

Perubahan-perubahan yang dilakukan Jokowi di kota Solo sepertinya menginspirasi walikota-walikota lain. Seperti yang dilakukan Risma dan Ridwan Kamil – mereka berani mengubah kota yang dipimpinnya menjadi perubahan yang lebih baik.

Gubernur DKI

Tahun 2012, Jokowi mulai menjabat sebagai gubernur DKI ke-13. Saat mulai menjabat sebagai gubernur DKI inilah Jokowi mulai dibenci beberapa pihak karena belum tuntas tugasnya di kota Solo tapi beliau tampak ambisius untuk ‘kursi’ lebih tinggi. Namun banyak pula pendukungnya karena banyak yang berharap akan pembenahan kota Jakarta sebagaimana yang telah beliau lakukan di kota Solo. Banyak warga Jakarta yang berharap akan adanya Jakarta Baru seperti slogan kampanye yang beliau janjikan dalam kampanyenya.

Sepertinya tak hanya Jokowi saja yang populer; tapi setiap orang yang pernah menjabat menjabat menjadi gubernur DKI Jakarta memang selalu populer dan menjadi sorotan publik. Mungkin karena Jakarta adalah ibukota Negara, maka pemimpin kota ini pun otomatis selalu menjadi sorotan massa. Bahkan sempat ada rumor bahwa menjadi gubernur DKI jauh lebih terkenal daripada menjadi presiden atau perdana mentri 🙂

Sekilas akan saya flash back dahulu mengenai gubernur DKI sebelumnya yang tak kalah populer dan namanya masih suka dibicarakan massa :
1. Suwirjo (periode 1945 – 1951) : aktivis Jong Java dan PNI yang menjadi gubernur pertama Jakarta pada masa pendudukan Jepang. Turut bertanggungjawab atas terlaksananya proklamasi kemerdekaan dan berjasa atas pergerakan rapat raksasa massa di lapangan Ikada (Monas) untuk mempertahankan kemerdekaan tahun 1945.
2. Sjamjuridjal (periode 1951 – 1953) : sebelum menjadi gubernur DKI, beliau pernah menjadi walikota Solo dan Bandung. Pada masa kepemimpinannya dikenal atas penanganan masalah listrik dan air di Jakarta dengan dibangunnya PLTA di Ancol, penyaringan air di Karet dan penambahan supply air dari Bogor.
3. Sudiro (periode 1953 – 1960) : gubernur pertama yang berjasa atas pembagian wilayah di Jakarta dan yang mengemukakan pembentukan RT dan RW di Jakarta.Beliau pula yang mencetuskan ide pembangunan Monas di Jakarta.
4. Soemarno Sosroatmodjo (periode 1960 – 1964; 1965 – 1966) : pria berlatar belakang militer serta berprofesi dokter ini saat menjabat sebagai gubernur DKI juga menjabat sebagai mentri dalam negri saat itu. Pada masa kememimpinannya di Jakarta, pertama kali lah dibangun konsep rumah minimalis di Jakarta di daerah Raden Saleh,Karang Anyar, Tanjung Priok.
5. Henk Ngantung (periode 1964 – 1965): pria Tionghoa, katolik serta aktivis Lekra, serta seniman ini berhasil mengubah Jakarta menjadi kota budaya selama periodenya. Patung Selamat Datang, Tugu Tani, Tugu Pancoran dan patung artistik lainnya adalah karyanya yang menjadi icon Jakarta dan selalu dikenang massa hingga saat ini. Karena di duga PKI, saat era Soeharto, mantan gubernur DKI yang juga seniman ini hidupnya justru merana dan harus menjual rumah untuk biaya pengobatannya, sama sekali tak ada penghargaan akan hasil karyanya kepada Jakarta.
6. Ali Sadikin/bang Ali (periode 1966 – 1977) : pria yang sebelumnya beberapa kali menjabat mentri di kabinet Dwikora ini berhasil mengubah Jakarta menjadi kota metropolitan modern selama periodenya. Beliau dikenal menghidupkan kembali budaya betawi dengan pertama kali diselenggarakannya Jakarta Fair, serta didirikan beberapa objek wisata di Jakarta seperti Taman Impian Jaya Ancol, TMII, TIM, pasar Senen, cagar budaya betawi. Selain menghidupkan kembali budaya betawi, beliau juga menghidupkan budaya judi di Jakarta 😦
7. Tjokropranolo/bang Nolly(periode 1977 – 1982) : mantan pengawal pribadi Jenderal Soedirman serta sekretaris militer presiden ini ternyata yang pertama kali memulai ide ‘blusukan’ serta sidak saat menjabat menjadi gubernur DKI. Bedanya, beliau dulu selalu sidak ke pabrik dan blusukan ke pedagang kecil untuk mengalokasikan tempat mereka. Seperti bang Ali, beliau juga menekan datangnya pendatang dari luar kota Jakarta untuk mencegah terjadinya kemacetan dan kepadatan kota Jakarta. Kemacetan di Jakarta mulai terjadi saat era kepemimpinannya dan menjadi PR yang ditinggalkan oleh beliau yang tak pernah selesai.
8. Soeprapto (periode 1977 – 1982) : mantan sekjen Departemen dalam negeri yang akhirnya menjadi gubernur Jakarta inilah yang membuat master plan DKI yang sekarang dikenal dengan Rencana Umum Tata Ruang dan Rencana Bahagian Wilayah Kota.
9. Wiyago Atmodarminto/bang Wi (periode 1987 – 1992) : beliau juga rutin sidak ke beberapa tempat saat era kepemimpinannya serta menerapkan konsep Bersih, Manusiawi dan berWibawa di Jakarta.
10. Surjadi Soedirja (periode 1992 – 1997) : beliau berjasa pada pembuatan rumah susun, kawasan hijau, daerah resapan air pertama kali di Jakarta serta pembersihan Jakarta dari becak 🙂
11. Sutiyoso/bang Yos (periode 1997 – 2002; 2002 – 2007) : beliau sangat berjasa atas masalah transportasi di Jakarta dengan mulai adanya TransJakarta di beberapa koridor, ide monorail serta mulai diberlakukannya aturan 3 in 1 di beberapa ruas jalan. Beliau berusaha mengurangi macet pada masanya namun tak kunjung selesai.
12. Fauzi Bowo (periode 2007 – 2012) : beliau lah yang pertama kali menerapkan konsep Car Free Day di Jakarta pada hari libur yang kemudian diikuti pula oleh kota-kota lain di Indonesia. Beliau pula yang membangun kanal banjir timur di Jakarta Timur dan Jakarta Utara.

Ternyata memang semua yang pernah menjabat gubernur DKI populer. Prestasinya juga luar biasa sebagai gubernur ibukota dan masing-masing juga meninggalkan ‘PR’ bagi gubernur selanjutnya. Mungkin karena ribetnya masalah di Jakarta, tak cukup satu orang gubernur saja yang bisa mengatasi masalah yang ada di DKI tapi satu keluarga The Incredibles 😀

Kinerja Jokowi di Jakarta

Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, saya akan melihat kinerja Jokowi dari sudut pandang saya sendiri, bukan dari pers. Sebelumnya sempat tinggal di Jakarta, pindah dan kembali lagi ke Jakarta. Sehingga saya bisa langsung merasakan sendiri bagaimana adanya perubahan di Jakarta dan kinerja Jokowi sampai saat ini. Yang jelas, macet dan banjir masih terjadi di Jakarta. Namun saat berkunjung ke pasar Tanah Abang memang dirasakan ada perubahan. Biasanya di Tanah Abang lalu lintasnya jauh semrawut dengan adanya parkiran liar plus pedagang yang tak karuan. Tapi terakhir ke sana, lalu lintas lancar, pedagang juga sudah dialokasikan. Sangat baik kerja Jokowi di sini, mengingat seberapa sulitnya menaklukan preman-preman di Tanah Abang.

Sangat berbeda dengan di pasar Gembrong. Lalu lintas di pasar Tanah Abang telah lancar namun di kawasan pasar Gembrong tak kunjung lancar. Setiap hari yang melintasi area ini menuju Casablanca pasti terhambat macet berjam-jam. Entah karena parkir liar atau sekedar ada yang beli lemper pedas 😀 Pasar Gembrong sempat tertib beberapa bulan lalu dengan menggerakan satpol PP, namun tak sampai seminggu sudah semrawut kembali.

Usaha gubernur baru ini untuk menertibkan parkir liar terbilang baik demi mengurangi angka kemacetan. Tapi masih banyak saja parkir liar dimana-mana. Alokasi PKL juga baik di sejumlah ruas jalan di Jakarta, tapi untuk yang di daerah Jatinegara, Klender masih belum belum tertib.

Ada beberapa perubahan juga di Jakarta seperti banyak dibuatnya kawasan terbuka hijau, penghijauan dan penataaan kembali taman-taman kota, disediakannya bangku-bangku taman di trotoar sebagai penunggu kendaraan umum, serta dihapusnya topeng monyet dari seluruh persimpangan jalan Jakarta 🙂

Pembersihan sungai Ciliwung juga dilihat lebih intensif – walaupun tak kunjung bersih – setiap hari dibersihkan dengan mesin yang masih manual serta setiap bulan pasti para tentara turun tangan membersihkan kali. Yah, meskipun tetap tak sanggup menahan tampungan air kala hujan 🙂

Banjir memang masih terjadi. Sama-sama air, hanya kali ini diakui Jokowi memang banjir – bukan genangan air. Dan bedanya lagi, meskipun banjir tapi surutnya lebih cepat daripada tahun sebelumnya alias penanganannya jauh lebih cepat. Meskipun impactnya tetap ke jalan-jalan yang jadi rusak. Jokowi cukup tanggap juga dalam corrective action alias penanganan masalah seperti banjir dan jalanan rusak. Untuk jalanan rusak akibat banjir pun Jokowi langsung memperbaiki jalan via cor-an semen dimana-mana saat bersamaan. Hanya saja beliau kurang berpikir risiko dari tindakannya, alias terlalu bertindak cepat. Seperti yang dialami massa Jakarta saat perbaikan jalan massal, akibatnya adalah macet makin parah dimana-mana.

Kinerja Jokowi cukup baik, hanya saja kurang merata di seluruh wilayah Jakarta. Seperti penghijauan kota dan bangku-bangku taman masih terfokus di Jakarta Pusat dan Selatan. Bangku-bangku taman di Jakarta Timur masih tersedia di area Cipinang Indah, tapi tidak Nampak di jalan utama seperti Kalimalang, Rawamangun atau Jatinegara (entah kenapa sepertinya Jakarta Timur selalu terbengkalai pembangunannya di Jakarta). Pasar Tanah Abang sukses ditertibkan tapi pasar Gembrong tak kunjung tertib. Padahal preman di pasar Gembrong tak separah dengan yang di Tanah Abang. Ibaratnya dalam sebuah rumah, baru dibereskan teras dan ruang tamu saja; sedangkan kamar dan dapur masih berantakan. Mungkin karena Jakarta kota besar dan padat, sehingga tidak dapat semuanya diselesaikan dalam waktu singkat.

Jokowi sepertinya meniru gaya bang Ali dalam memimpin Jakarta. Beliau berusaha merakyat dan menghidupkan kembali budaya betawi yang mulai punah. Beliau mewajibkan pegawai pemprov DKI menggunakan busana khas betawi seminggu sekalli dan ‘menghidupkan’ kota Tua Jakarta. Tapi sepertinya masih kurang ‘greget’ dalam menghidupkan budaya betawi ini bila sebatas kebaya encim; makanan dan budaya lainnya kurang di populerkan seperti yang dilakukan bang Ali. Buktinya sampai sekarang, saya masih sulit menemukan makanan khas betawi untuk diberikan sebagai oleh-oleh kepada teman yang di luar kota 😀

Kinerja Jokowi dalam waktu satu tahun memimpin DKI cukup baik, namun masih meninggalkan ‘PR’ bagi kota yang luar biasa rumitnya ini sesuai dengan ciri khas gubernur2 DKI sebelumnya

Pro-Kontra Jokowi

Setelah minggu lalu (14/3) Jokowi mendeklarasikan dirinya menjadi calon presiden, berbagai debat pun terlontar di sejumlah sosial media. Sebagian mendukung dan sebagian lagi menghujat.
Kala dirinya maju sebagai gubernur, banyak yang membencinya. Kini dirinya maju lagi menjadi calon presiden, maka makin banyak lagi yang membencinya.

Memang demikian risiko jadi orang populer. Makin dikenal orang, makin dibenci orang. Begitulah kata pepatah. Bila tak ingin dibenci orang, tak perlu kenalan dengan siapa pun; cukup jadi pengemis di pinggir jalan – tak akan ada yang membenci kita – tapi tak ada juga yang mengenal bila kita mati kelaparan.

Banyak yang suka prestasinya, tapi banyak juga yang bilang prestasinya telalu diekspose media massa.Banyak yang suka gayanya, tapi banyak juga yang bilang itu sekedar pencitraan.Banyak yang mendukungnya jadi presiden, tapi banyak yang bilang dia hanya sekedar jadi presiden boneka dari dalangnya. Banyak yang berharap padanya, tapi banyak yang beliau dia hanya sekedar pemberi harapan palsu.

Banyak yang menentang Jokowi dengan membawa masalah SARA dsb. Ditambah lagi banyak yang kecewa akan harapannya akan bisa mengubah ibukota Negara sebagaimana beliau bisa mengubah kota Solo menjadi kota wisata. Namun banjir dan macet tetap terjadi di Jakarta dan mulai sudah ingin ‘meninggalkannya’. Ditambah lagi cemas akan kemampuan Jokowi sebagai Presiden kelak karena pengalamannya di dunia politik pemerintahan masih minim – belum ada prestasinya yang luar biasa – akankah beliau mampu mengatasi masalah negeri yang lebih pelik. Kecemasan warga bertambah apabila beliau terpilih, bisakah Jokowi memimpin negeri ini seorang diri tanpa dikendalikan sang ‘dalang’ nan gemuk itu? Dimana itu semua akan berujung kepada kecemasan terhadap keamanan negeri ini.
Akibat segala kecemasan namun yakin Jokowi akan menang, akhirnya banyak yang berharap majunya tokoh-tokoh lain yang bisa mengalahkan Jokowi.

Namun banyak pula yang mendukung Jokowi sebagai capres. Dengan alasan saat ini tidak ada calon yang lebih baik selain beliau dan selama ini telah terlihat baik kinerjanya. Jokowi dinilai bisa menjadi pemimpin negeri ini karena selama ini dilihat telaten dan cekatan dalam menangani masalah. Beliau dinilai cerdas bagi pendukungnya, sehingga dapat mengatasi masalah di negeri ini seorang diri tanpa bantuan sang dalang ditambah lagi dengan usianya yang masih muda terbilang produktif dan diharapkan bisa memajukan negeri ini. Pendukungnya membela beliau ‘meninggalkan’ kursi DKI 1 demi RI 1 karena dengan menjadi presiden beliau dapat memberikan komando anak buahnya (gubernur DKI) untuk membenahi Jakarta – dan tak terbatas Jakarta tapi juga kota lainnya di Indonesia.

Perdebatan ini memunculkan pula sejumlah pertanyaan. Mampukah Jokowi nanti memimpin negeri ini? Semuanya akan dijawab oleh waktu.
Anjing menggonggong, kafilah berlalu.
Pengamat berdebat, Jokowi berlalu.
🙂

Peredebatan tentang pro-kontra Jokowi tak akan pernah selesai ibarat debat kusir mana yang lebih dahulu antara ayam dan telur. Tak akan pernah selesai debat kusir ini. Semua orang merasa benar dan tak ingin kalah. Sebagian orang ingin mencari cacat Jokowi dan mengkritiknya. Sebagian lagi senantiasa memujinya.

Setiap orang pasti ada positif dan negatifnya. Tidak ada yang 100% sempurna. Meskipun kesannya perfect, pasti ada saja yang mengatakan “…..tapi…” atau sebaliknya, meskipun kesannya buruk, selalu saja ada unsur”..tapi…”. ‘Dia baik, tapi….’ ‘Dia nakal, tapi…’ dst

Di era reformasi orang bebas berpendapat. Terutama mengkritik Satu-satunya capres yang tak pernah diperdebatkan massa di Indonesia adalah Soeharto. Kita beruntung sekarang bebas bercuap- cuap seenak jidat tentang capres di twitter tanpa di culik. Kita dulu sempat membenci Soeharto pada era 1998 tapi lihatlah sekarang – 15 tahun setelahnya – sepertinya semua orang merindukannya dengan dipajangnya stiker beliau di kendaraan umum. Entah 15 tahun mendatang, akankan kita makin membenci Jokowi atau sebaliknya?
Waktu yang menjawab semua ini.

Dan yang penting, sebaiknya akhiri saja debat kusir tentang Jokowi. Yang mendukung beliau, silakan dukung. Yang tidak suka silakan pilih yang lain. Tidak perlu saling kritik dan berdebat satu sama lain. Apalagi saling menjatuhkan, sungguh tidak ada gunanya dan membuang waktu.

Debat kusir ini tak akan pernah berakhir ibarat air yang tak berhenti mengalir dan menjadi banjir:) Negeri kita masih belajar, selama ini presiden yang pernah kita miliki pun kesannya tak ada yang sempurna.

Sekali lagi tak ada orang yang sempurna di dunia ini. Orang yang sempurna di mata kita adalah pasangan hidup kita. Bila ingin presiden yang sempurna bagi negri ini, maka pilihlah pasangan hidupmu sebagai presiden 🙂 -arlin-
(Jakarta, 23/3/14)

1 responses to “Jokowi

Tinggalkan komentar